Hardiknas 2025: Mengenang Ki Hadjar Dewantara dan Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Indonesia
Potret Ki Hajar Dewantara
Setiap
tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)
sebagai bentuk penghormatan terhadap Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar
Dewantara. Tahun ini, Hardiknas 2025 diperingati pada Jumat, 2 Mei, dengan
mengusung tema "Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk
Semua". Tema ini menegaskan pentingnya keterlibatan seluruh elemen
masyarakat dalam membangun sistem pendidikan yang inklusif, adil, dan
berkualitas.
Menelusuri
Sejarah Hardiknas dan Kiprah Ki Hadjar Dewantara
Hari
Pendidikan Nasional ditetapkan bertepatan dengan hari lahir Ki Hadjar
Dewantara, tokoh penting dalam sejarah pendidikan dan perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Lahir pada 2 Mei 1889 dengan nama Soewardi Soerjaningrat, beliau
dikenal sebagai pemikir dan aktivis yang lantang menyuarakan penolakan terhadap
sistem kolonial Belanda yang diskriminatif, khususnya dalam bidang pendidikan.
Salah
satu kontribusi penting Soewardi adalah tulisannya yang berjudul "Als
Ik Een Nederlander Was" (Seandainya Aku Seorang Belanda), yang
menyindir ketidakadilan kolonial. Tulisan ini membuatnya diasingkan ke Belanda.
Namun pengasingan itu justru memperluas wawasannya, khususnya di bidang
pendidikan. Sekembalinya ke tanah air pada 1919, Soewardi mengganti namanya
menjadi Ki Hadjar Dewantara dan memfokuskan perjuangannya pada pendidikan
rakyat.
Pada
1922, ia mendirikan Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta, sebuah lembaga
pendidikan alternatif yang memberikan akses belajar bagi anak-anak pribumi yang
sebelumnya terpinggirkan oleh sistem kolonial. Melalui institusi ini, Ki Hadjar
memperkenalkan tiga prinsip pendidikan yang masih relevan hingga kini: Ing
ngarso sung tulodo (di depan memberi teladan), Ing madyo mangun karso
(di tengah membangun semangat), dan Tut wuri handayani (di belakang
memberi dorongan).
Upayanya
menghadapi banyak tantangan, termasuk diberlakukannya Ordonansi Sekolah Liar
oleh pemerintah kolonial Belanda, yang bertujuan membatasi lembaga pendidikan
non-pemerintah. Namun, berkat kegigihan dan dukungan masyarakat, Taman Siswa
tetap berdiri dan berkembang sebagai pusat pendidikan kebangsaan.
Pasca
kemerdekaan, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pengajaran pertama
Republik Indonesia pada tahun 1945, walau hanya menjabat dalam waktu singkat.
Warisannya tetap hidup dalam sistem pendidikan nasional, termasuk semboyan “Tut
Wuri Handayani” yang kini menjadi moto Kementerian Pendidikan.
Refleksi
Hardiknas 2025: Pendidikan untuk Semua
Peringatan
Hardiknas tahun ini menjadi momen penting untuk merefleksikan capaian dan
tantangan dalam sektor pendidikan nasional. Menteri Pendidikan Dasar dan
Menengah, Abdul Mu'ti, dalam pidato peringatannya menegaskan bahwa pendidikan
adalah hak dasar setiap warga negara, sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.
Menurut
Mu'ti, pemerintah telah meluncurkan berbagai program strategis untuk mewujudkan
pendidikan yang lebih merata dan bermutu. Di antaranya adalah peningkatan
infrastruktur pendidikan, pengembangan platform pembelajaran digital, serta
peningkatan kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik. Ia menegaskan bahwa
guru adalah garda terdepan dalam mencetak generasi unggul, dan karena itu,
pelatihan dan sertifikasi bagi guru terus diperluas.
Selain
itu, Kementerian juga memperkenalkan kebijakan pembelajaran berbasis deep
learning, penguatan evaluasi akademik melalui Tes Kemampuan Akademik (TKA),
serta penggunaan Kecerdasan Artifisial (AI) dalam proses belajar-mengajar.
Pendekatan ini bertujuan mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan era
digital dan persaingan global.
Program
Inovatif: Membangun Karakter Sejak Dini
Dalam
upaya membentuk karakter siswa sejak usia dini, pemerintah juga meluncurkan
program Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Program ini mencakup
pembiasaan hidup sehat, seperti bangun pagi, makan bergizi, berolahraga, dan
tidur cukup. Selain itu, program Pagi Ceria digalakkan di
sekolah-sekolah dasar, yang mencakup kegiatan senam bersama (Senam Anak
Indonesia Hebat), menyanyikan lagu kebangsaan, dan doa bersama. Tujuannya
adalah membangun rasa cinta tanah air dan kebersamaan sejak dini.
Kementerian
berharap kegiatan ini tidak hanya meningkatkan kedisiplinan dan semangat
belajar, tetapi juga menanamkan nilai-nilai nasionalisme, gotong royong, dan
etika sosial kepada generasi muda.
Pendidikan
Berkualitas: Tanggung Jawab Bersama
Hardiknas
2025 juga mengajak seluruh masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam
memajukan pendidikan. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan
sinergi antara keluarga, sekolah, komunitas, dunia usaha, dan media massa dalam
menciptakan ekosistem pendidikan yang kondusif.
Sebagaimana
pesan yang disampaikan Menteri Abdul Mu’ti, pendidikan adalah fondasi kemajuan
bangsa dan tidak boleh eksklusif hanya untuk mereka yang mampu. Setiap anak
Indonesia, tanpa terkecuali, berhak memperoleh pendidikan berkualitas yang akan
membekali mereka menjadi pribadi yang cerdas, kreatif, dan berdaya saing.
Warisan
Ki Hadjar Dewantara sebagai Inspirasi
Peringatan
Hardiknas bukan hanya sebuah seremonial, tetapi momen penting untuk terus
menyalakan semangat perubahan di dunia pendidikan. Warisan pemikiran Ki Hadjar
Dewantara harus terus dijadikan pijakan dalam menghadirkan pendidikan yang
merdeka, bermartabat, dan berkeadilan sosial.
Dengan
semangat kebersamaan dan partisipasi semesta, mari kita lanjutkan perjuangan
untuk menjadikan pendidikan Indonesia sebagai alat pemersatu, pemberdaya, dan
pencerah masa depan bangsa.
Komentar
Posting Komentar